rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Rabu, 24 Februari 2010

ROMANTISME AWAN DI PUNCAK GUNUNG SUMBING

Menuju Pos Pendakian G. Sumbing
Pagi yang cerah, gumpalan awan putih tampak menghiasi langit biru dan beberapa burung tampak berkejar-kejaran di antara dedaunan yang rindang. Benar-benar kurasakan kedamaian dan kesejukan di hati ketika bus malam yang saya tumpangi tiba di terminal Wonosobo. Berbeda dengan terminal pada umumnya, di sini terlihat bersih dan jauh dari kesan suram yang biasanya melekat pada terminal-terminal lain yang pernah saya temui.

Tiba di terminal Wonosobo, kami langsung mencari angkutan ke arah desa Garung untuk menuju Pos Pendakian Gunung Sumbing. Jarak tempuh dari sini sekitar setengah jam
Menikmati Keindahan Alam di Sekitar Pos Sumbing
. Biasanya kita diturunkan hanya di depan gapura Desa Garung (Pasar Reco), kemudian dapat di lanjutkan dengan jalan kaki lewat jalan beraspal sekitar lima belas menit untuk sampai di pos pendakian. Sesampainya di pos, kami merebahkan tubuh sejenak sambil memesan sarapan pagi untuk mengisi perut kami yang sudah keroncongan. Kondisi di Pos Sumbing sangat representatif sekali mulai dari kamar mandi, kenyamanan tempat istirahatnya serta sumber air yang cukup melimpah. Hal ini sangat kontras sekali dengan kondisi base camp pendakian lain yang berada di sekitar Jawa Tengah.

Pukul 10.00 kami mulai mendaki melalui perkampungan penduduk, kemudian melewati kebun tembakau, kebun sayur dan hutan pinus. Bentangan alam dari kaki hingga puncak sumbing begitu memukau . Langit biru cerah siang itu membuat kontur gunung tampak jelas
Memasuki Kawasan Perkebunan Penduduk
. Tapi dimusim ini banyak debu dan panas yang begitu menyengat karena hampir semua punggunganya sudah gundul. Desiran angin gunung sangat terasa kencang meskipun saya tak tahu arah sumbernya.

Jalur selanjutnya masih di dominasi pinus yang perlahan berubah ke hutan tandus
Beristirahat di Kawasan Hutan Pinus
. Pada titik ini kami mencoba melewati jalur lama yang relatif lebih menantang dengan tanjakan-tanjakannya yang sangat tajam. Kemiringan jalur sekitar 50-75 derajat
Jalur Lama Nan Curam
Memasuki Bukit Genus
. Di tengah-tengah perjalanan semakin terasa berat ketika melintasi kawasan bukit Genus (Km IV) dan Seduplak Roto (Km V). Teriknya siang matahari, menambah lengkap derita perjalanan ini. Tubuh kami terasa gerah karena kucuran keringat semakin deras membasahi seluruh badan kami.
Jalur Tanah Merah
Medan berupa tanah merah dan berpasir lebih mondominasi, sehingga kami beberapa kali jatuh dan terpeleset. Di jalur ini merupakan salah satu momen pendakian yang tidak bisa saya lupakan karena dua teman kami sempat hilang dan terpisah dari rombongan tim akibat melipir ke sebuah punggungan dan menuruni lembah yang salah. Beruntung setelah dua jam pencarian, akhirnya kami menemukanya lagi dan bisa melanjutkan pendakian bersama-sama.

Jalur Perbatasan Vegetasi
Tak terasa sudah 8 jam lamanya melangkahkan kaki kami. Medan jalur sudah berganti dengan vegetasi padang rumput dan pepohonan kecil. Tak jauh dari situ kami menemukan pertemuan jalur lama yang kami lewati dengan jalur baru. Sedikit kaki berjalan kami sudah sampai di Pos Pestan / Pasar Setan (2437 m dpl). Tiba disini kami sudah di sambut deru angin gunung yang semakin kencang. Indra pendengaran kami seolah menyimak harmonisasi indah suara alam. Senja merah serta kabut menurun dan awan putih yang menggantung menambah decak kagum. Benar-benar pengalaman pendakian yang tidak kami temukan di pegunungan lain
Megahnya Gn. Sindoro Dari Pasten Gn. Sumbing
. Di sekitar lokasi ini tampak jelas begitu megah dan gagahnya Gunung Sindoro walaupun atap puncaknya tertutup kabut tipis.
Jalur Bebatuan Yang Berserakan
Kira-kira setengah jam melangkah medan jalur yang kami lewati lebih banyak di dominasi batu-batuan yang berserakan.
Mulai Menapaki Jalur Berbatuan
Hempasan angin yang sangat kencang dan dinginya cuaca malam membuat perjalanan semakin berat. Beberapa kali anggota tim berlindung di antara celah batu besar untuk menghindari terjangan angin secara langsung. Satu-persatu diantara kami sudah mengalami gejala dehidrasi. lokasi yang ingin kami jadikan sebagai tempat ngecamp pun sangat susah ditemukan. Walaupun sedikit dipaksakan kami mencoba untuk tetap melanjutkan perjalanan dengan sisa-sisa energi yang terkuras, dan berharap menemukan tempat datar yang bisa kami jadikan untuk istirahat.Tepat di diding batu besar yang berdiri tegak kami sempat kebingungan untuk menentukan jalur berikutnya. Dengan kanan dan kiri jurang ditambah pekatnya malam membuat kami harus extra hati-hati untuk menentukan jalur selanjutnya.
mmm..Atraksi di Puncak Buntu
Melipir ke kiri sedikit menurun dengan mengelilingi dinding batu terjal merupakan pilihat tepat pada saat itu karena jika mengambil jalan lurus merupakan jalur buntu.

Kegigihan dan perjuangan yang tak kenal lelah dalam perjalanan ini, akhirnya membawa kami ke Pos Watu Kotak (2.763 m dpl) yaitu di tandai adanya sebuah batu besar seperti kotak yang memiliki ceruk, dan dapat di gunakan untuk berlindung dari kondisi ekstrim cuaca Gunung Sumbing. Beruntung di lokasi ini kami bisa mendirikan dua tenda kecil untuk melepas kelelahan. Tengah hari saya sempat terjaga karena beberapa frame sebagi penyangga tenda patah akibat ganasnya angin di sekitar lokasi ngecamp. Dengan mengakali dan adanya frame cadangan kami berhasil memperbaiki kondisi tenda, dan berharap kami semua bisa tertidur lelap dan nyaman sampai besok.

Esok pagi saat embun masih menggayut di pucuk rerumputan, kami sudah terjaga dan sangat bersemangat untuk menujuk ke Puncak Sumbing. Kami terbagi dua tim untuk mencapai Puncak Sumbing, karena harus bergantian menjaga peralatan-peralatan pendakian di Pos Watu Kotak.

Trek Tanah Putih Yang Berupa Batuan Kapur
Tim pertama menuju puncak terdiri dari lima orang, termasuk saya. Dengan perlahan kami melewati tanah putih yang berupa batuan kapur. Medan terjal dan berbatu sedikit mengurangi tempo pergerakan kaki kami. Walaupun beban berat sudah tidak menempel di punggung kami, tetap saja terasa berat dalam menapaki jalur naik. Tahap demi tahap kami terus merangsak naik dan sesekali terpaksa menghentikan langkah kaki untuk istirahat sejenak sambil menarik nafas dalam-dalam.

Keindahan Puncak Sumbing
Dua jam berlalu sampailah kami di Puncak Sumbing (3.371 m dpl), sensasi bahagia begitu terasa saat kaki kami menginjakkan di Puncak Buntu, titik tertinggi Gunung Sumbing.
Puncak Buntu Puncak Tertinggi Gn.Sumbing
Pada ketinggian ini kami serasa belajar dan berinteraksi bagaimana memaknai kehidupan dan berteman dengan alam. Gunung Sindoro (3.250 m) tampak begitu dekat di depan mata, sedang Gunung Slamet (3.432 m)-gunung terbesar di Pulau Jawa tampak gagah di kejauhan.
Kawah Aktif Puncak Sumbing
Sejauh mata memandang kebawah terlihat dua kawah yang sangat berbeda. Yang satu kawah mati berupa kawasan berpasir seukuran lapangan bola. Satu lagi kawah lebih kecil yang masih aktif dan mengepulkan asap berbau belerang. Tak ada perasaan lain, kecuali rasa kekaguman pada Sang Kuasa.

Masih di kawasan Puncak Sumbing kami menyusuri di setiap titik sudut keindahanmu. Awan terhampar di tempat saya berpijak bak lapisan kapas yang terkadang membentuk sebuah cincin yang maha indah. Bak romantisme awan yang telah menginspirasi dan imajinasi pemikiranku
Romantisme Awan di Puncak Sumbing
. Di sudut yang lain terlihat sedikit bunga edelwis yang masih tumbuh kekal abadi di puncakmu. Benar-benar serasa hidup di negeri khayangan yang selama ini hanya saya rasakan lewat mimpi dan dongeng
Serasa di Negeri Khayangan
. Sayangnya kami tak bisa berlama-lama menikmati keindahan puncak-puncakmu, karena kami harus turun kembali ke Pos Watu Kotak dan bergantian naik dengan ketiga rekan kami yang sudah menanti. Kurang lebih satu jam lamanya kami sudah sampai di pos Watu Kotak dan sahut kami; rekan-rekan silakan gantian naik semoga sukses dan dapat menikamati keindahan Puncak Sumbing.

Sambil menunggu teman-teman tiba di pos kembali, kami mencoba memanfaatkan waktu untuk masak dan beristirahat di sekitar curuk watu kotak
Pos Watu Kotak
. Selain dapat melindungi dari sengatan matahari dan terpaan angin, kami juga bisa langsung merasakan kekuatan magis yang konon sering buat bertapa oleh para pendekar. Setelah tiga jam menunggu, tibalah anggota tim yang turun dari puncak. Sesaat kemudian kami berkumpul dan berdiskusi sebentar untuk merencanakan perjalanan turun. Kami membutuhkan waktu sekitar 4 sampai 5 jam untuk sampai kembali di pos pendakiaan Sumbing. Setelah di rasa cukup siap, kami memutuskan untuk sesegera kembali ke Ibukota, karena esok harinya kami harus bekerja. Dalam hati yang paling dalam kuucapakan selamat tinggal wahai Puncak Sumbing yang telah memberikan ketenangan dan kedamaian di hati. Semoga kami dapat kembali menyambangimu dan berharap dapat melihat perubahan bukit-bukitmu menjadi hijau kembali.


Salam Rimba,

Dance (Tim NNKPG)

Tidak ada komentar: